Entri Populer

Minggu, 04 Maret 2012

Puncak Iman

Kamu takkan pernah sanggup mendaki sampai ke puncak gunung iman, kecuali dengan satu kata: cinta. Imanmu hanyalah kumpulan keyakinan semu dan beku, tanpa nyawa tanpa gerak, tanpa daya hidup tanpa daya cipta. Kecuali ketika ruh cinta menyentuhnya. Seketika ia hidup, bergeliat, bergerak tanpa henti, penuh vitalitas, penuh daya cipta, bertarung dan mengalahkan diri sendiri, angkara murka atau syahwat.

Iman itu laut, cintalah ombaknya

Iman itu api, cintalah panasnya

Iman itu angin, cintalah badainya

Iman itu salju, cintalah dinginnya

Iman itu sungai, cintalah arusnya

Seperti itulah cinta bekerja ketika kamu harus memenangkan Alloh atas dirimu sendiri, atau memenangkan iman atas syahwat. Seperti itu pula cinta bekerja pada diri pemuda ahli ibadah itu. Ceritanya diriwayatkan Al Mubarrid dari Abu Kamil, dari ishaq bin Ibrahim, dari Raja' bin Amr an Nakha'i. Seorang pemuda kuffah yang dikenal ahli ibadah suatu saat jatuh cinta dan tergila-gila pada seorang gadis. Cintanya berbalas, gadis itu sama gilanya. Bahkan ketika lamaran sang pemuda ditolak karena sang gadis telah dijodohkan dengan saudara sepupunya, mereka tetap nekat ternyata. Gadis itu bahkan menggoda kekasihnya, "aku datang padamu, atau kuatur cara supaya kamu bisa menyelinap ke rumahku." Itu jelas jalan syahwat.

"Tidak! aku menolak kedua pilihan itu. Aku takut pada neraka yang nyalanya tak pernah padam!" itu jawaban sang pemuda yang menghentak sang gadis. Pemuda itu memenangkan iman atas syahwatnya dengan kekuatan cinta. "Jadi dia masih takut pada Alloh?" gumam sang gadis. seketika ia tersadar dan dunia tiba-tiba jadi kerdil di matanya. Ia pun bertaubat dan mewakafkan dirinya untuk ibadah. Tapi cintanya pada sang pemuda tidak mati. Cintanya berubah jadi rindu yang mengelana dalam jiwa dan do'a-do'anya. Tubuhnya luluh lantak didera rindu. Ia mati akhirnya.

Sang pemuda terhenyak. Itu mimpi buruk. Gadisnya telah pergi membawa semua cintanya. maka kuburan sang gadislah tempat ia mencurahkan semua rindu dan doa-doanya. Sampai suatu saat ia tertidur di atas kuburan gadisnya. Tiba-tiba sang gadis hadir dalam tidurnya. Cantik. Sangat cantik. "Apa kabar? Bagaimana keadaanmu setelah kepergianku?" tanya sang gadis. "baik-baik saja, kamu sendiri di sana bagaimana?" jawabnya sambil balik bertanya. "Aku di sini dalam nikmat dan hidup tanpa akhir.Doakan aku, jangan pernah lupa padaku." jawab gadisnya. "Aku selalu ingat padamu, kapan aku bisa bertemu denganmu?" Tanya sang pemuda lagi. "Aku juga tidak pernah lupa padamu. aku selalu memohon agar Alloh menyatukan kita di surga. semoga tidak lama lagi kita bisa bertemu." Jawab sang gadis. Hanya tujuh malam setelah mimpi itu, sang pemuda pun menemui ajalnya.

Dengan cinta, Ia memenangkan Alloh atas dirinya sendiri, memenangkan iman atas syahwat, perasaan, dan keinginannya sendiri. Atas nama cinta pula Alloh mempertemukan mereka. Cinta selalu bekerja dengan cara itu.

-Serial Cinta-
Anis Matta

Senin, 27 Juni 2011

jangan menungguku

Jodoh adalah sebuah misteri, begitu juga dengan maut. ah, malam ini terasa begitu panjang dan penuh dengan kegelisahan. Keputusan besar 6 tahun lalu kini terbayang di benakku. keputusan yang mengubah arah hidupku, keputusan yang memperdalam pemahamanku. Tidak, aku tak hendak menyalahkan kalian yang memilih jatuh cinta dan berusaha dengan maksimal agar dapat bersama dengan orang yang kalian cintai itu, hanya saja perjalanan panjang 6 tahun ini menjadikanku sedikit lebih paham bahwa cinta hanyalah sarana yang diciptakan Alloh untuk beribadah kepadanya, baik secara ritual maupun secara sosial. Karena itulah, bila saatnya nanti aku mencinta, aku tidak ingin jatuh cinta, aku ingin bangun cinta, aku ingin istana cintaku tinggi menggapai surga.

Ah, bukannya aku tak mau memadu kasih, hanya saja aku takut. Aku tidak berani seperti kalian yang berjanji pada seorang kekasih, "tunggulah tahun depan aku kan menjemputmu." silahkan anggap aku pengecut, karena aku penakut, benar-benar penakut. Aku tak tahu kapan maut menjemputku, karena itulah aku tak berani berjanji. Apa jadinya bila karena janjiku, seorang wanita harus menolak lamaran lelaki lain yang lebih baik dariku, dan ketika aku akan berangkat melaksanakan janjiku, tiba2 maut datang menjemputku? bukankah hal itu berarti aku menzalimi 2 orang sekaligus? ah, jalan masih amat panjang, aku tidak tahu siapa jodohku, karena itu aku tidak ingin ada orang yang menungguku. dengan segala kerendahan hati, biarlah aku serahkan pada Alloh siapa yang akan mendampingiku dalam perjuangan nantinya.

Rabu, 30 Maret 2011

Menguatkan Pengabdian

“Tidaklah kami ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.”

Fragmen ayat di atas terasa begitu akrab di telinga kita, hanya saja menjadi sangat asing ketika telah berada dalam tataran aksi di lapangan kehidupan. Begitu juga dengan fragmen doa I’ftitah yang kita baca setiap awal sholat, “Innash sholaati, wa nusuki, wa mayahya, wa mamaati, lillahi Robbil A’lamin,” Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku, dan matiku, hanyalah untuk Alloh, penguasa alam semesta. Tidak main-main, sehari 5 kali kita mengikrarkan hal ini, ikrar pengabdian yang begitu dalam, yang menuntut kita selalu berikrar “Sam’aan wa Tho’atan” dengar dan laksanakan terhadap perintah Alloh. Begitu fasih lidah kita mengikrarkan fragmen I’ftitah dalam setiap awal sholat kita, tetapi begitu asing fragmen itu dalam pelaksanaan tata kelola kehidupan sehari-hari kita.

Ketika kita dituntut untuk menjadikan Alloh sebagai acuan, landasan, ruh dari gerak aktivitas kita sehari-hari, maka kemutlakan itu pada gilirannya menuntut kita untuk menggantungkan harapan dan kebaikan hanya pada Alloh semata, bukan pada makhluknya. Ada sebuah cuplikan tulisan dari Salim A. Fillah dalam bukunya Dalam Dekapan Ukhuwah yang sangat berkesan dalam ingatan,

Seorang sahabat berkata padaku, “Aku ingin menikah dengannya, hanya dengannya…”
Aku bertanya mengapa?
“Agar ia menjadi imamku, agar ia membimbingku…”
“Agar ia mengajariku arti ikhlas dan cinta…”
“Agar ia membangunkanku sholat malam…”
“Agar ia membersamaiku dalam santap buka sederhana...”
“Aaah…. Itulah masalahnya,” kataku
Dan dia kini tahu khawatirku benar, bahwa sosok lelaki penyabar yang dia kenal, juga bisa marah, bahkan sering.
Bahwa sosok lelaki shalih yang dia damba, kadang sulit dibangunkan untuk sholat subuh berjamaah.
Bahwa lelaki yang menghafal juz-juz Al Quran itu, tak pernah menyempatkan diri mengajarinya a-ba-ta-tsa…
“Aah… itulah masalahnya”
Semakin mengenali manusia, yang makin akrab bagi kita pastilah aib-aibnya, sedang mengenali Alloh pasti membuat kita mengakrabi kesempurnaannya. Maka gantungkanlah harapan dan segala niat untuk menjadi baik, hanya pada-Nya…. Hanya pada-Nya….
Jadilah ia tali kokoh yang mengantar pada bahagia dan surga….

Ustad Yuswar pernah berkata dalam daurah pernikahan yang sempat kuhadiri, “Pacaran itu saudaraku, hanya berisi kepalsuan-kepalsuan, semua yang manis-manis ketika pacaran itu palsu. Setelah menikahlah semua kebenaran itu terungkap. Maka saudara-saudaraku, bagi kita menikah bukanlah dorongan perasaan sesaat, bagi kita menikah adalah aplikasi ibadah kepada Alloh SWT di lapangan riil kehidupan, wujud pelaksaan tuntutan pengabdian kepada Alloh, dengan niat suci menjaga keberlangsungan agama ini, berusaha dengan sungguh-sungguh untuk memperbanyak keturunan dan memberikannya pendidikan keislaman terbaik, kaderisasi alamiah. Agar semakin lama jumlah orang sholeh lebih banyak dari yang ingkar, sehingga al bathil akan terdesak oleh al haq. Dalam pernikahan yang didasari beribadah kepada Alloh, maka sudah selayaknya kita menggantungkan harapan, kebaikan, kesempurnaan, hanya kepada Alloh. Selalu sisakan ruang bagi hal-hal tidak ideal yang akan kita temukan dalam diri istri kita, karena sesungguhnya kebaikan istri kita jauh lebih besar dari keburukannya.”

Begitulah, maka implikasi dari menggantungkan harapan hanya kepada Alloh, menuntut kita untuk untuk memberi ruang di hati bagi kesalahan, keburukan, dan ketidak idealan makhluknya yang lain, karena kita juga makhluk yang sunnatullohnya pasti melakukan kesalahan.

Ada syukur dalam tenangnya gelombang, ada sabar dalam lautan membadai, semuanya terangkum dalam satu kata “barokah.” Karena barokahlah yang menjadikan rasa syukur membuncah dalam nikmat, karena barokahlah yang menjadikan jiwa berpeluk mesra saat badai menghadang raga.

Jumat, 04 Februari 2011

Tuhan Sembilan Senti

Tuhan Sembilan Senti

Oleh Taufiq Ismail



Indonesia adalah sorga luar biasa ramah bagi perokok,

tapi tempat siksa tak tertahankan bagi orang yang tak merokok,



Di sawah petani merokok,

di pabrik pekerja merokok,

di kantor pegawai merokok,

di kabinet menteri merokok,

di reses parlemen anggota DPR merokok,



Di angkot Kijang penumpang merokok,

di bis kota sumpek yang berdiri yang duduk orang bertanding merokok,

di loket penjualan karcis orang merokok,

di kereta api penuh sesak orang festival merokok,

di kapal penyeberangan antar pulau penumpang merokok,

di andong Yogya kusirnya merokok, sampai kabarnya kuda andong minta

diajari pula merokok,



Negeri kita ini sungguh nirwana kayangan para dewa-dewa bagi perokok,

tapi tempat cobaan sangat berat bagi orang yang tak merokok,



Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru, diam-diam menguasai kita,



Di pasar orang merokok,

di warung Tegal pengunjung merokok,

di restoran, di toko buku orang merokok,

di kafe di diskotik para pengunjung merokok,



Bercakap-cakap kita jarak setengah meter tak tertahankan abab rokok,

bayangkan isteri-isteri yang bertahun-tahun menderita di kamar tidur ketika melayani para suami yang bau mulut dan hidungnya mirip asbak rokok,



Duduk kita di tepi tempat tidur ketika dua orang bergumul saling menularkan HIV-AIDS sesamanya,

tapi kita tidak ketularan penyakitnya.



Duduk kita disebelah orang yang dengan cueknya mengepulkan asap rokok di kantor atau di stopan bus,

kita ketularan penyakitnya.

Nikotin lebih jahat penularannya ketimbang HIV-AIDS,



Indonesia adalah sorga kultur pengembangbiakan nikotin paling subur

di dunia, dan kita yang tak langsung menghirup sekali pun asap tembakau itu, bisa ketularan kena,



Di puskesmas pedesaan orang kampung merokok,

di apotik yang antri obat merokok,

di panti pijat tamu-tamu disilahkan merokok,

di ruang tunggu dokter pasien merokok,

dan ada juga dokter-dokter merokok,



Istirahat main tenis orang merokok,

di pinggir lapangan voli orang merokok,

menyandang raket badminton orang merokok,

pemain bola PSSI sembunyi-sembunyi merokok,

panitia pertandingan balap mobil, pertandingan bulutangkis, turnamen sepakbola mengemis-ngemis mencium kaki sponsor perusahaan rokok,



Di kamar kecil 12 meter kubik, sambil 'ek-'ek orang goblok merokok,

di dalam lift gedung 15 tingkat dengan tak acuh orang goblok merokok,

di ruang sidang ber-AC penuh, dengan cueknya, pakai dasi, orang-orang goblok merokok,



Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu- na'im sangat ramah bagi orang perokok,

tapi tempat siksa kubur hidup-hidup bagi orang yang tak merokok,



Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru, diam-diam menguasai kita,



Di sebuah ruang sidang ber-AC penuh, duduk sejumlah ulama terhormat merujuk kitab kuning dan mempersiapkan sejumlah fatwa.

Mereka ulama ahli hisap. Haasaba, yuhaasibu, hisaaban.

Bukan ahli hisab ilmu falak, tapi ahli hisap rokok.



Di antara jari telunjuk dan jari tengah mereka terselip berhala-berhala kecil,

sembilan senti panjangnya,

putih warnanya,

kemana-mana dibawa dengan setia,

satu kantong dengan kalung tasbih 99 butirnya,



Mengintip kita dari balik jendela ruang sidang,

tampak kebanyakan mereka memegang rokok dengan tangan kanan,

cuma sedikit yang memegang dengan tangan kiri.

Inikah gerangan pertanda yang terbanyak kelompok ashabul yamiin dan yang sedikit golongan ashabus syimaal?



Asap rokok mereka mengepul-ngepul di ruangan AC penuh itu.

Mamnu'ut tadkhiin, ya ustadz. Laa tasyrabud dukhaan, ya ustadz.

Kyai, ini ruangan ber-AC penuh.

Haadzihi al ghurfati malii'atun bi mukayyafi al hawwa'i.

Kalau tak tahan, di luar itu sajalah merokok.

Laa taqtuluu anfusakum. Min fadhlik, ya ustadz.

25 penyakit ada dalam khamr. Khamr diharamkan.

15 penyakit ada dalam daging khinzir (babi). Daging khinzir diharamkan.

4000 zat kimia beracun ada pada sebatang rokok. Patutnya rokok diapakan?



Tak perlu dijawab sekarang, ya ustadz. Wa yuharrimu 'alayhimul khabaaith.

Mohon ini direnungkan tenang-tenang, karena pada zaman Rasulullah dahulu, sudah ada alkohol, sudah ada babi, tapi belum ada rokok.



Jadi ini PR untuk para ulama.

Tapi jangan karena ustadz ketagihan rokok, lantas hukumnya jadi dimakruh-makruhkan, jangan,



Para ulama ahli hisap itu terkejut mendengar perbandingan ini.

Banyak yang diam-diam membunuh tuhan-tuhan kecil yang kepalanya berapi itu,

yaitu ujung rokok mereka.

Kini mereka berfikir. Biarkan mereka berfikir.

Asap rokok di ruangan ber-AC itu makin pengap, dan ada yang mulai terbatuk-batuk,



Pada saat sajak ini dibacakan malam hari ini, sejak tadi pagi sudah 120 orang di Indonesia mati karena penyakit rokok.

Korban penyakit rokok lebih dahsyat ketimbang korban kecelakaan lalu lintas,

lebih gawat ketimbang bencana banjir, gempa bumi dan longsor, cuma setingkat di bawah korban narkoba,



Pada saat sajak ini dibacakan, berhala-berhala kecil itu sangat berkuasa di negara kita,

jutaan jumlahnya,

bersembunyi di dalam kantong baju dan celana,

dibungkus dalam kertas berwarni dan berwarna,

diiklankan dengan indah dan cerdasnya,



Tidak perlu wudhu atau tayammum menyucikan diri,

tidak perlu ruku' dan sujud untuk taqarrub pada tuhan-tuhan ini,

karena orang akan khusyuk dan fana dalam nikmat lewat upacara

menyalakan api dan sesajen asap tuhan-tuhan ini,



Rabbana, beri kami kekuatan menghadapi berhala-berhala ini. 

Dialog Hati

Sudah berapa lama kita saling mengenal kawan?

10 tahun?

15 tahun?

Ah, sepertinya sudah sangat lama kita saling mengenal.



Taukah kawan? Sungguh aku begitu peduli padamu.

Telah banyak pengalaman kita jalani bersama, naik-turunnya, pasang-surutnya, baik-buruknya.

ingatkah kau kawan, ketika cobaan yang menimpamu terasa begitu berat, kita berhasil melewatinya bersama. masa-masa skripsi yang mereka menyebutnya sebagai masa ujian pertama, masa rawan, ketika hampir saja kau tergelincir, kita berhasil melewatinya kawan, walaupun harus dengan merangkak dan terseok-seok disertai luka di sekujur tubuh. Tapi kita kawan, kau dan aku, masih selamat.



Ingatkah engkau, ketika engkau kehilangan lingkaran cahaya yang selama ini mengingatkanmu, yang selama ini membuatmu merindukan kehadiran bersama mereka tiap pekannya? ketika engkau kemudian merasa sendiri dan asing, siapa yang menyelamatkanmu kawan? bukankah aku yang menyelamatkanmu? membujukmu agar tetap kuat di jalan ini, jalan yang kita Azzamkan bersama, selamanya.



Kawan, akulah yang paling memahami dirimu. Aku tahu saat ini cobaan bertubi-tubi menghadangmu. Mungkin orang lain tidak melihatnya. Mungkin orang lain melihatmu sebagai seorang yang selalu terlihat ceria, selalu terlihat kokoh, seakan-akan kau tidak memiliki masalah yang dapat mengusikmu. Tapi aku bukan mereka kawan, aku mengenalmu, sangat mengenalmu. Aku tahu setiap luka yang kau tutupi dengan senyummu. Aku tahu semua sakit hati yang pernah kau rasakan dan kau coba untuk hilangkan. Aku tahu semua perjuanganmu. Aku tahu tangisan-tangisanmu kawan. Aku tahu ketika kau berada dalam titik terlemahmu. Aku yang paling tahu sejarahmu. Ah seandainya mereka bisa melihat sisi lain dirimu, mungkin mereka akan mengasihanimu. Tapi aku tahu, engkau tidak pernah ingin dikasihani. aku tahu bahwa engkau adalah pejuang. Karena itulah engkau selalu berusaha terlihat kokoh dihadapan mereka. Mungkin karena engkau adalah anak pertama di keluargamu, sehingga engkau merasa harus dapat mengayomi, atau mungkin karena hal itu memang tabiatmu.



Kawan, aku tidak dapat melakukan apa-apa kecuali menghiburmu. tetaplah kuat kawan. Aku tahu engkau telah melewati masa lalu yang sungguh tidak mudah untuk dilewati. Jangan menyerah oleh rintangan kali ini kawan. kita sudah melewati semuanya bersama-sama. sudah 23 tahun, ya 23 tahun. Tetaplah berjalan kawan, dan aku akan tetap dengan setia mengiringi langkahmu, mendengar tangisan-tangisanmu, merasakan gejolak hatimu hingga tiba saat bahagia yang engkau selalu harapkan nantinya.



Dialog hati, Rabu 5 Januari 2011 pukul 22:08 WIB

Di tengah kegamangan hati, selalu saja ada pilihan-pilihan

Rabu, 02 Februari 2011

Semangat Menjemput "Rezeki"

Tadi siang di sela-sela kegiatan pembekalan masuk koas, aku sempat ngobrol-ngobrol sama miko tentang pernikahan, memang selama ini dialah yang jadi tempatku berdiskusi dan meminta pendapat mengenai berbagai hal, bukan saja karena dia teman baikku, tapi juga karena pengalamannya yang lebih banyak dan yang paling penting, dg statusnya sebagai mahasiswa KG, dia telah berkeluarga dan telah memiliki dua orang anak.

Awalnya Cuma cerita-cerita tentang pernikahan, tentang konsepku mencari pasangan, dan kegalauan yang sedang aku hadapi, eh tiba-tiba si miko ngasih tantangan, “Rul, kalo kau nak nikah, aq berani bantu kau, aku bantu mas kawinnyo nah, tapi tawaran aku Cuma berlaku 40 hari dari sekarang, cak mano? Hahahahaha…” dalam hatiku, “sialan, wong cuma nak cerito biar kegalauan berkurang, eh malah ditantangnyo, tambah bikin galau be. Hahahaha…”

Tapi tadi pas di perjalanan pulang, aku pikir-pikir apa yang selama ini sering miko bilang, bahwa dalam Quran, Alloh menjamin rizki orang-orang yang hendak menikah. Bila orang itu miskin, Alloh akan memampukannya dengan karunia-Nya. Di satu sisi aku amat percaya dengan Firman Alloh itu, tidak ada sedikitpun keraguanku atas ayat itu, tapi di sisi lain aku jadi ingat ucapan bapakku dulu ketika aku bertanya mengandai2 jika aku menikah pas masih mahasiswa, kata bapakku, “Bapak gak ngelarang kamu nikah sekarang, tapi kalo kamu udah nikah, kamu harus bisa bertanggung jawab atas dirimu sendiri dan keluargamu, seluruh biaya hidup dan sekolahmu di KG kamu sendiri yang nanggung.” Hah……. Semakin galau saja hati ini. Bukannya aku tak pernah berusaha, aku sudah mulai belajar bisnis sejak semester2 awal kuliah. Jualan alat, cd kuliah, gantungan kunci, dllyang sebenarnya hasilnya cukup besar walaupun secara musiman. Sebagian besar hasil bisnis aku tabung, tapi dengan kesibukanku sebagai aktivis, selalu saja tabungan itu habis untuk keperluan2 yang tidak terduga. Hal inilah yang sedikit banyak membuatku agak keder juga untuk merealisasikan rencana menikah ketika masih mahasiswa. Aku selalu dihantui pertanyaan “apa aku mampu bertanggung jawab secara penuh terhadap keluargaku jika aku menikah sekarang?” Aku yakin Firman Alloh selalu benar, hanya saja mungkin selama ini keberanian, usaha, dan doaku yang kurang maksimal, sehingga selalu saja aku merasa sulit untuk merealisasikan pernikahan itu.

Malam ini ba’da maghrib, tiba-tiba entah mengapa semangatku memuncak. Aku melihat miko, mas Agus, mas Dhani, mereka saudara-saudaraku yang telah berhasil menikah ketika mereka kuliah di KG. Aku berpikir, jika mereka mampu, lalu kenapa aku tidak? Tiba-tiba saja aku berpikir, alangkah naifnya aku jika harus menyerah tanpa perlawanan sekuat tenaga. Janji Alloh begitu dekat dan nyata, lalu kenapa aku tidak berusaha semaksimal mungkin untuk memenuhi janji-Nya? Tiba-tiba aku berazzam, dalam satu tahun ini aku akan berusaha semaksimal mungkin untuk mengumpulkan uang di sela-sela kesibukan koas dan kesibukan lainya. Masalah apakah kemudian Alloh mentakdirkan Aku menjemput jodohku tahun depan atau tahun depannya lagi atau tahun depannya lagi, itu urusan belakangan, yang penting aku usaha semaksimal mungkin. Ya, amanah koas, amanah sekjen PSMKGI, amanah membina sekolah, dan mencari rizki. Why not?

“Ya Alloh, jika Rizkiku ada di dalam bumi, keluarkanlah dengan rahmat-Mu,
Dan jika rizkiku ada di atas langit, turunkanlah dengan rahmat-Mu,
Sesungguhnya Engkaulah yang maha memberi rizki.”